Batik Madura memiliki ciri khas tersendiri. Warnanya mencolok dan motifnya berani.
Senin, 11 Oktober 2010, 22:15
Umi Kalsum
(Tudji Martudji/VIVAnews)
VIVAnews
- Garam kini bukan satu-satunya produk unggulan Pulau Madura. Karapan
sapi juga bukan satu-satunya budaya khas pulau ini. Madura kini juga
sohor sebagai pusat batik tradisional.
Tepatnya di Kabupaten Pamekasan. Kabupaten ini terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan. Sebagian besar warga di wilayah ini adalah perajin batik.
Batik Madura memiliki ciri khas tersendiri. Warnanya mencolok dan motifnya terhitung berani. Membatik sudah dilakoni masyarakat Pamekasan jauh sebelum republik ini berdiri.
Semula membatik hanya dilakukan di sela kesibukan sehari-hari warga sebagai buruh dan petani sehingga tidak ada target. "Kalau ada pesanan dalam jumlah banyak, kita baru mengajak banyak orang. Termasuk mencari pinjaman uang untuk modal," kata Soni (43) salah seorang pembatik asal Desa Larangan, Badung, Pamekasan, saat menceritakan kisah suksesnya.
Namun berbekal niat meneruskan warisan nenek moyang, kini semua itu berubah. Pola pekerjaan sampingan pun beralih menjadi pekerjaan utama yang dipadu dengan keahlian yang dimiliki. Sejumlah perajin mengaku mendapatkan penghasilan lebih tinggi dari produksi batik yang dikerjakannya. Kini batik Pamekasan tak hanya diminati di dalam negeri, wisatawan mancanegara pun mulai mengoleksinya.
Tepatnya di Kabupaten Pamekasan. Kabupaten ini terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan. Sebagian besar warga di wilayah ini adalah perajin batik.
Batik Madura memiliki ciri khas tersendiri. Warnanya mencolok dan motifnya terhitung berani. Membatik sudah dilakoni masyarakat Pamekasan jauh sebelum republik ini berdiri.
Semula membatik hanya dilakukan di sela kesibukan sehari-hari warga sebagai buruh dan petani sehingga tidak ada target. "Kalau ada pesanan dalam jumlah banyak, kita baru mengajak banyak orang. Termasuk mencari pinjaman uang untuk modal," kata Soni (43) salah seorang pembatik asal Desa Larangan, Badung, Pamekasan, saat menceritakan kisah suksesnya.
Namun berbekal niat meneruskan warisan nenek moyang, kini semua itu berubah. Pola pekerjaan sampingan pun beralih menjadi pekerjaan utama yang dipadu dengan keahlian yang dimiliki. Sejumlah perajin mengaku mendapatkan penghasilan lebih tinggi dari produksi batik yang dikerjakannya. Kini batik Pamekasan tak hanya diminati di dalam negeri, wisatawan mancanegara pun mulai mengoleksinya.
Soni mengatakan batik asal daerahnya dikenal orang dari berbagai cara. Di antaranya, turis asing yang berkesempatan datang ke Madura. Atau sejumlah pedagang yang dengan jaringan sesama pedagang yang kemudian mengenalkan produk lokal khas Madura itu ke luar negeri. Selebihnya, keberadaan batik Pamekasan menyebar lewat cerita, dari mulut ke mulut hingga ke manca negara.
Pangsa pasar yang mulai terbuka dimanfaatkan betul oleh Pemerintah Kabupaten Pamekasan. Lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, Pemkab mengucurkan bantuan modal kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Kucuran dana ini diharapkan mengangkat potensi lokal kerajinan batik. Pemkab juga membentuk kelompok-kelompok sentra perajin. "Sehingga Pemkab bisa menyalurkan bantuan lewat kredit lunak," kata Bupati Pamekasan, Kholilurrahman.
***
Kini, sejumlah desa mulai bersolek, mendapat predikat sentra kerajinan batik. Tentu saja tidak hanya nama desanya yang dikenal. Rupiah pun terus mengalir ke desa-desa yang dulu sepi dan termasuk ketegori desa tertinggal di Proinsi Jatim. Bahkan, dari kegiatan membatik yang dilakukan berkesinambungan itu mampu membantu pemerintah menampung tenaga kerja lokal yang dulu tidak terserap pasar kerja.
Saat ini yang tampak, tiada hari tanpa membatik. Sedikitnya, ada enam titik sentra batik di kabupaten tersebut, yakni Kecamatan Pamekasan sebanyak 5 sentra batik tulis, Kecamatan Proppo sebanyak 12 sentra batik, Kecamatan Palengaan terdapat 6 sentra, Kecamatan Waru ada satu sentra, Kecamatan Pegantenan dua sentra dan di Kecamatan Tlanakan sebanyak satu sentra batik. Sentra batik itu kini memasok kebutuhan lokal khususnya, Surabaya dan Jakarta yang mencapai puluhan ribu.
Angka ini masuk akal, sebab Soni mengaku tiap bulan memasok 1.500 lembar kain batik. Belum lagi perajin lainnya. Untuk memenuhi banyaknya pesanan, dan agar tepat waktu, tidak jarang ia meminta dicarikan tambahan tenaga. Pekerjaan lembur pun kerap dilakukan bersama istri dan para pekerjanya. Ketekunan dan pola-pola kreatif membuat usahanya terus meroket. Mereka yang datang atau pemesan tidak hanya minta motif lokal, sederet pola hasil kreasi pelanggan juga banyak dipesan.
“Modalnya tekun, serta kreativitas yang tidak boleh berhenti untuk menciptakan motif batik yang berbeda dan diminati," kata Soni. Dengan terus mengembangkan kreativitas model batik yang berbeda, Soni dan sejumlah orang kepercayaannya tidak segan melakukan diskusi sambil mengutak-atik pola batik di sebuah kertas hingga larut malam.
Hasilnya, selain batik lokal yang terus dipertahankan keberadaannya. Sejumlah pola batik beraliran ekspresionis juga banyak dihasilkan. Dia mengatakan, selain batik lokal corak Madura, ia tidak bisa menampik kebutuhan dan minat konsumen yang punya keinginan bervariasi. "Selain pola lokal, kita juga harus bisa memberikan keinginan konsumen lainnya. Misalnya, pola ekspresionis yang mulai banyak disukai,” kata pemilik stan batik di Jalan Pasar, Pamekasan ini.
Selain melayani pesanan partai besar, Soni masih mempertahankan kios miliknya di pasar tradisional. "Itu untuk memenuhi kebutuhan lokal. Mereka yang sempat berbelanja di pasar itu, baik pelancong lokal atau mancanegara," katanya.(ywn)
Laporan: Tudji Martudji|Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar